KEHENINGAN

Pentigraf
KEHENINGAN
Oleh: Telly D.
Lima tahun sejak pulang dari tanah suci, Pak Danu tak pernah absen dari masjid. Ia menggenggam ibadahnya erat-erat, seakan-akan takut kehilangan pahala yang telah ia kumpulkan. Setiap langkahnya menuju masjid adalah langkah seorang hamba yang rindu akan surga. Sedekah tak henti ia tebarkan, zikir tak pernah putus dari bibirnya, dan setiap malam ia bersimpuh dalam sujud panjang, berharap langit terbuka untuknya. Di bulan Ramadan ini, ia lebih tekun dari sebelumnya, terjaga di setiap malam ganjil, mengharap kemuliaan Lailatul Qadar.
Malam itu dalam keheningan, tubuhnya semakin terasa ringan, seolah-olah gravitasi tak lagi mencengkeramnya. Hatinya damai, bibirnya tetap melantunkan tasbih. Ia duduk bersila di sudut masjid, tenggelam dalam zikir yang lirih namun dalam. Detik bergulir tanpa suara, malam semakin pekat, namun jiwanya semakin terang. Hingga tiba-tiba, sebuah kegaduhan mengusiknya orang-orang berbisik, sebagian menangis, ada yang mengguncang tubuhnya. Pak Danu ingin membuka mata, tetapi dunia terasa jauh.
“Pak Danu… bangun, Pak! Innalillahi wa inna ilaihi raji’un…” suara seseorang menggema di antara keheningan subuh. Dan di sanalah ia sadar; doanya telah dikabulkan. Ia telah menemukan ketenangan sejati, berpulang di malam yang penuh rahmat, tanpa pernah bangun dari sujudnya.
Makassar, 11 Maret 2025
Leave a Reply