Ketika Teknologi Menentukan Perasaan

Ketika Teknologi Menentukan Perasaan
Oleh: Telly D.
Dulu, kalau mau cari jodoh, orang tua kita cukup main ke pengajian, pertemuan keluarga, atau kalau sudah mentok, mak comblang turun tangan. Sekarang? Wah, beda cerita! Jodoh bisa dicari lewat swipe kanan atau kiri, tergantung selera dan rekomendasi algoritma.
Di era digital ini, hubungan manusia tidak hanya ditentukan oleh perasaan, tapi juga oleh big data, AI, dan rekomendasi yang katanya “sesuai dengan minat dan kebiasaan kita.” Bayangkan, sekarang bahkan cara kita jatuh cinta sudah ada di tangan sistem komputer. Romantis banget, ya? Eh, atau malah nyeremin?
Coba kita lihat cara kerja aplikasi pencari jodoh. Awalnya, kita daftar, isi profil dengan foto terbaik yang (kadang) sedikit lebih glowing dari aslinya, lalu jawab pertanyaan soal hobi, pekerjaan, dan apa yang dicari dalam hubungan. Setelah itu? tralalalalal! Algoritma bekerja.
Sistem akan mencocokkan kita dengan orang-orang yang “katanya” cocok berdasarkan data yang dikumpulkan. Kalau suka, geser kanan. Kalau enggak, geser kiri. Mirip milih makanan di aplikasi delivery, cuma kali ini yang dipilih adalah calon pasangan hidup.
Tapi lucunya, ada kejadian absurd yang sering terjadi. Misalnya, si algoritma menyarankan seseorang hanya karena kalian sama-sama suka kopi. Halo? Masa iya, cuma gara-gara doyan kopi, berarti kalian jodoh? Gimana kalau satu suka kopi hitam tanpa gula, sementara yang lain sukanya kopi susu manis? Bisa jadi hubungan yang pahit-manis, kan?
Atau contoh lain, kita ngobrol sama teman tentang liburan ke Bali, eh tiba-tiba di media sosial muncul iklan paket honeymoon ke sana. Siapa yang nguping? Wah, jangan-jangan AI lebih tahu siapa jodoh kita dibanding nenek kita sendiri yang sudah puluhan tahun sukses menjodohkan orang!
Zaman dulu, kalau mau menunjukkan rasa cinta, orang rela naik gunung, melintasi sungai, atau nulis surat cinta pakai tinta biru di kertas wangi. Sekarang? Cukup kasih like dan react “love” di postingan pasangan, terus semua orang sudah tahu bahwa “hubungan ini serius.”
Suatu yang lebih parah, status hubungan sekarang bisa berubah drastis gara-gara media sosial. Ada yang mendadak “in a relationship” cuma gara-gara malu dibilang jomblo di komentar teman. Ada juga yang ketahuan selingkuh karena algoritma tiba-tiba merekomendasikan akun cewek lain yang sering dia stalking. Nah lho, siapa suruh sering kepo?
Salah satu kasus nyata yang pernah terjadi, seorang cewek tiba-tiba memutuskan pacarnya hanya karena si cowok tidak pernah mengunggah foto mereka bersama di Instagram. Katanya, kalau benar-benar cinta, harusnya seluruh dunia tahu. Duh, jadi hubungan sekarang lebih ditentukan oleh eksistensi online dibanding komunikasi yang nyata.
Bukan cuma soal jodoh, bahkan hubungan yang sudah berjalan lama pun ikut dikontrol teknologi. Pernah dengar love calculator? Itu lho, aplikasi yang bisa “menghitung” seberapa cocok kita dengan pasangan berdasarkan nama atau tanggal lahir. Kalau hasilnya di bawah 50%, langsung waspada! Padahal mah, yang namanya hubungan kan bukan angka, tapi rasa.
Belum lagi kalau sudah masuk ke dunia AI yang semakin pintar. Ada chatbot yang bisa pura-pura jadi pacar virtual, lengkap dengan kata-kata manis yang disesuaikan dengan suasana hati kita. Jadi, kalau lagi galau, AI bisa bilang, “Tenang sayang, aku di sini buat kamu.” Wah, kalau begini, manusia asli makin kalah saing, dong?
Nah, supaya hubungan kita enggak cuma bergantung sama teknologi, ada beberapa trik biar cinta kita tetap real dan enggak cuma sekadar kode biner:
Jangan Percaya 100% Sama Algoritma
Algoritma itu pintar, tapi enggak punya hati. Jadi, kalau jodoh yang direkomendasikan terasa “aneh,” mending percaya insting sendiri.
Kurangi Drama Online, Perbanyak Interaksi Nyata
Bukan berarti enggak boleh posting kemesraan, tapi hubungan yang sehat itu lebih penting di dunia nyata. Daripada sibuk update status, lebih baik ajak pasangan ngobrol langsung.
Jangan Biarkan Media Sosial Menentukan Nilai Hubungan
Jangan ukur keseriusan hubungan dari jumlah like atau komentar. Hubungan yang sehat enggak butuh pengakuan dari netizen, tapi butuh komunikasi yang baik antara dua orang.
Gunakan Teknologi Secara Sehat
Manfaatkan teknologi untuk mempererat hubungan, bukan malah jadi pemicu masalah. Video call oke, tapi jangan cuma pacaran lewat layar terus!
Meskipun algoritma bisa kasih rekomendasi, tapi hati manusia lebih kompleks dari sekadar data. Jadi, kalau ada yang cocok di dunia nyata, jangan ragu buat usaha sendiri tanpa nunggu notifikasi dari aplikasi.
Teknologi memang membantu kita menemukan dan menjaga hubungan, tapi kalau terlalu bergantung, bisa-bisa malah hubungan kita jadi datar dan kehilangan esensi aslinya. Jangan biarkan algoritma yang menentukan siapa yang cocok untuk kita atau kapan kita harus jatuh cinta.
Pada akhirnya, cinta itu soal rasa, bukan angka. Soal perhatian, bukan sekadar like. Soal komunikasi, bukan hanya chat yang penuh emoji. Jadi, yuk, tetap jaga keseimbangan antara teknologi dan hati supaya cinta kita tetap nyata dan enggak cuma sekadar kode dalam sistem!
Sorong. 4 Februari 2025
Leave a Reply