Pasar Jembatan Puri Simfoni Kehidupan di Pagi Buta

Pasar Jembatan Puri
Simfoni Kehidupan di Pagi Buta
Oleh: Telly D.
Fajar belum sempurna merekah, langit masih berwarna ungu kehitaman ketika saya melangkah menuju Pasar ikan Jembatan Puri. Kota masih mendengkur dalam pelukan malam, tapi di sini, di sebuah sudut pesisir yang mungkin luput dari perhatian banyak orang, kehidupan telah menggeliat dalam ritme yang menggairahkan.
Ada sesuatu yang magis tentang pasar ikan di pagi buta ini, seperti menyaksikan rahasia yang hanya dibagikan kepada mereka yang bersedia bangun lebih awal. Saya menarik napas dalam-dalam, membiarkan udara garam laut meresap ke paru-paru, lalu membiarkan mata saya menelusuri pemandangan yang penuh kehidupan ini.
Pasar Jembatan Puri tempat jual beli, sebuah panggung tempat ratusan peran dimainkan. Di sana ada nelayan yang baru saja kembali dari laut lepas, wajah mereka lelah tapi penuh kebanggaan. Kapal-kapal bersandar di dermaga dengan tubuh yang kuyup oleh ombak malam, setelah berjibaku dengan gelombang. Di atas dek, para nelayan mengangkat peti-peti berisi ikan segar, hasil jerih payah yang mungkin lebih berharga dari sekadar timbangan kilogram. Cahaya pertama pagi menyentuh permukaan laut, menciptakan kilauan seperti serpihan emas yang ditaburkan dewa-dewa ke atas gelombang.
Di tepian dermaga, burung camar berseliweran, sesekali menukik tajam untuk mencuri sisa-sisa ikan yang terjatuh dari tangan-tangan sibuk. Angin laut mengibas jilbab saya, membawa serta aroma khas perpaduan garam, ikan segar, dan kehidupan yang terus berdenyut.
Saya berjalan lebih dekat, menyaksikan bagaimana nelayan menyerahkan hasil tangkapannya kepada para tengkulak yang telah menunggu dengan wajah penuh harap. Transaksi berlangsung cepat, tak banyak basa-basi. Setiap detik di sini berharga, karena semakin cepat ikan berpindah tangan, semakin segar kualitasnya saat tiba di tempat-tempat yang jauh membutuhkan.

Pedagang Ikan yang Menjual Eceran. Foto: Dokumen Pribadi
Hilir mudik orang-orang membuat pasar ini tampak seperti lautan manusia. Ada yang mendorong gerobak penuh ikan, ada yang memanggul peti kayu atau tong pelastik besar di pundaknya, ada pula yang sibuk mencatat harga dan jumlah tangkapan hari ini. Para pedagang, dengan wajah bersemangat, berlomba menawarkan hasil laut terbaik mereka. Mata mereka jeli, tangan mereka cekatan memilih ikan-ikan yang paling layak dibawa ke kota-kota besar. Ikan-ikan itu dari ikan barakuda, tongkol, tuna ekor kuning, kakap putih dan merah, tenggiri, cakalang, sampai ke ikan puri menggeletak dalam tumpukan es yang berkilauan, seperti permata yang baru saja diangkat dari perut samudra.
Saya tak bisa menahan kekaguman. Laut, dengan segala kemurahannya, telah memberi kehidupan bagi begitu banyak orang di sini. Sejak berabad-abad lalu, pasar ini telah menjadi denyut nadi perekonomian, seperti sebuah orkestra besar yang tak pernah kehilangan irama.

Pedagang Membawa Ikan dengan Gerobak untuk Dijual Di Tempat Lain. Foto: Dokumen Pribadi
Dari sini, hasil tangkapan akan menyebar ke berbagai penjuru negeri, menjadi hidangan di meja makan keluarga, di restoran mewah, bahkan mungkin dalam bentuk olahan yang dikirim ke luar negeri. Sungguh, siapa yang bisa menyangkal bahwa laut adalah harta karun yang sesungguhnya?
Saya melangkah lebih jauh ke dermaga, menikmati pemandangan kapal-kapal yang tertambat dengan rapi. Tiang-tiang layar menjulang, seakan menjadi jari-jari yang menunjuk ke langit. Cahaya pagi mulai menghangatkan tubuh, membiaskan warna-warna keemasan di permukaan air. Burung camar masih melayang-layang di atas, seperti para penari yang memainkan tarian tanpa henti. Di kejauhan, garis cakrawala membelah lautan dan langit dengan sempurna. Saya berdiri di sana, membiarkan diri saya terserap dalam kesibukan yang penuh makna ini.

Suasana Jembatan Puri Di Pagi Hari, Pedagang Menunggu Kapal-Kapal Ikan Menurunkan Muatannya. Foto: Dokumen Pribadi
Saat matahari semakin meninggi, hiruk-pikuk pasar mencapai puncaknya. Pedagang berseru lebih lantang, para pembeli lebih bergegas, dan aroma laut semakin pekat di udara. Namun di balik semua itu, ada kedamaian yang terselip sebuah kesadaran bahwa kehidupan di sini telah berlangsung seperti ini selama berabad-abad, dan akan terus berlanjut di masa depan. Pasar Jembatan Puri adalah bukti nyata tentang bagaimana manusia dan alam saling bergantung, tentang bagaimana laut selalu memberi dan manusia terus mengambil dengan penuh syukur.
Saat akhirnya saya beranjak pergi, saya membawa serta lebih dari sekadar kenangan. Saya membawa pemahaman baru tentang kehidupan, tentang kerja keras yang sering tak terlihat, tentang keindahan yang tersembunyi dalam kesibukan.
Pasar Jembatan Puri telah mengajarkan saya sesuatu yang tak bisa ditemukan di tempat lain bahwa di balik setiap hidangan laut yang kita nikmati, ada tangan-tangan yang bekerja tanpa lelah, ada kapal-kapal yang menantang ombak, dan ada laut yang selalu memberi tanpa pamrih. Saya tersenyum, lalu melangkah pergi dengan hati yang penuh syukur.
Jembatan Puri, 30 Januari 2025
February 3, 2025 at 1:38 am
Marjuki
That’s great thank you very much