TAK TERDUGA

Pentigraf
TAK TERDUGA
Oleh: Telly D.
Sudah tiga bulan lamanya saya tak menjejakkan kaki di pengajian keliling ini. Kesibukan telah merampas waktu, hingga rindu pada lantunan doa dan tausiyah indah menggema di hati. Hari ini, saya memutuskan hadir lebih awal. Rumah tuan tempat acara sibuk seperti pasar malam; tangan-tangan bekerja, suara piring beradu, dan aroma teh menebar wanginya di udara. Panitia meminta saya menemani seorang wanita sederhana yang duduk tenang di sudut. Rambutnya terbungkus kerudung polos, wajahnya teduh tanpa polesan. Anggota baru menurutku, percakapan ringan pun mengalir.
“Mengapa belum dimulai?” tanyanya lembut, seperti air yang mencari celah di antara batu. Saya tersenyum, menjelaskan bahwa penceramah kadang terlambat karena urusan pribadi lebih dulu diselesaikan sebelum mengurus umat. Ia mengangguk kecil, sorot matanya menyelam jauh, seolah memahami lebih dari yang diucapkan. Saya kemudian menambah cerita-cerita keburukan penceramah jika mendatangai pengajian kecil seperti ini. Percakapan kami terhenti ketika panitia memulai acara. Nama penceramah diumumkan.
Tubuh saya seketika membeku seperti patung di tengah alun-alun. Wanita sederhana itu berdiri, melangkah ke depan, dan mengambil mikrofon dengan senyum lembutnya yang tadi saya abaikan. Malu merambat dari ujung kaki hingga ke ubun-ubun, Setiap kata yang terucap tadi bergema dalam benak, menjadi cermin atas kelalaian saya. Kebesaran jiwa seringkali bersembunyi di balik kesederhanaan yang tak terduga.
Makassar, 13 Januari 2024
Leave a Reply