JEJAK BURAM
Pentigraf
JEJAK BURAM
Oleh: Telly D.
Di bawah langit abu-abu yang seolah tak pernah cerah, hidup Karso penuh bayang-bayang pahit. Bertahun lalu, ia pernah berdiri di hadapan seorang hakim yang tak tampak seperti penjaga keadilan, melainkan pedagang di pasar yang menjajakan hukuman. Karso dituduh mencuri, meski buktinya rapuh. Namun, hakim itu hanya mendengarkan sepintas lalu, menjatuhkan vonis seperti memberi diskon di etalase took; hukuman lima tahun, lebih ringan dari tuntutan, tapi tetap tak mencerminkan kebenaran. ‘’Lima tahun untuk sesuatu yang tak pernah kulakukan,” batin Karso waktu itu, merasakan keadilan meluruh di depan matanya.
Sejak hari itu, bayangan hakim menjadi momok dalam hidup Karso. Baginya, hakim bukan lagi simbol kebenaran, melainkan algojo tanpa peduli yang memutuskan nasib dengan mata tertutup oleh kuasa dan janji palsu. Bertemu hakim, baginya seperti menatap jurang tak berdasar. Ia menghindari semua yang berbau sidang, hukum, atau ruang pengadilan. Hatinya yang luka lebih memilih mengunci diri dalam diam daripada kembali menghadapi keadilan yang sudah terbeli.
“Lebih baik bertemu setan di tikungan malam daripada bertemu hakim di ruang sidang. Setan hanya menakuti, tapi hakim bisa mencabut semua yang kau punya, bahkan tanpa alasan.” Kalimat itu menjadi tameng jawaban, sekaligus pengingat akan keadilan yang gampang menghancurkan diri seseorang.
Makassar, 7 Januari 2025
Leave a Reply