PENGORBANAN AYAH
Pentigraf
PENGORBANAN AYAH
Oleh Telly D.
Warung mie di dekat proyek itu selalu ramai oleh pekerja bangunan. Hari itu, aku ingin membahagiakan anakku sepulang sekolah dengan mentraktirnya di sana. Uangku pas-pasan, hanya cukup untuk dua mangkuk mie dan satu telur. Aku memilih memberikan mie bertelur itu padanya, sementara aku makan mie polos. Ketika ia memintaku menukar mie, aku tersenyum dan berbohong, “Ayah tidak suka telur.” Ia makan dengan lahap, dan senyumnya menghangatkan hatiku di tengah penatnya hidup.
Tahun demi tahun berlalu. Kini anakku hidup sukses, menikah dengan putri bangsawan kaya. Aku tahu aku tak punya tempat di kehidupannya yang penuh kehormatan itu. Sebagai ayah yang hanya seorang buruh tua, keberadaanku bisa mencoreng citranya di mata mertua dan lingkungannya. Aku memilih menjauh, menjalani hari tua dalam kesepian. Tapi aku tetap bangga melihatnya dari jauh, senyumnya adalah hadiah terbesarku.
“Ayah, aku tahu Ayah suka telur. Jangan bilang tidak lagi.” Anakku berdiri tepat di hadapanku menyodorkan semangkuk mie bertelur di warung kecil itu. Aku tertegun. Anakku menangis di depanku, memelukku erat sambil meminta maaf. Ternyata ia tahu semua pengorbananku. Itu hadiah yang terindah bagiku. dan di warung kecil itu, kami merajut kembali hubungan yang lama kusangka hilang.
Makassar, 18 April 2024
Leave a Reply