TAGIHAN UTANG
Pentigraf
TAGIHAN UTANG
Oleh: Telly D.
Di depan puskesmas yang sunyi, suara teriakan dua ibu memecah suasana. Dua tangan terkepal dan rambut terjambak di antara Jawaria dan Suharni, sementara orang-orang hanya bisa melongo. Saat itulah seorang polisi kekar datang, suaranya menggelegar, “Stop! Tidak boleh main hakim sendiri!” Mereka segera digiring ke kantor polisi, tatapan mereka masih saling tikam penuh amarah.
Di kantor polisi, masalah mulai terurai. Jawaria menuduh Suharni memiliki utang yang belum dilunasi sebesar tiga ratus ribu rupiah, sebuah jumlah yang tak mau menguap begitu saja. Suharni, tak kalah garang, bersikeras tak pernah berutang sepeser pun. Kata-kata mulai beradu tajam hingga suasana terasa panas.
Perlahan, terungkap bahwa uang tersebut berakar dari perhitungan sumbangan resepsi pernikahan anak masing-masing. Saat Suharni menikahkan anaknya, Jawaria menyumbang lima ratus ribu. Namun, ketika giliran Jawaria menggelar pesta untuk anaknya, Suharni hanya memberikan dua ratus ribu, sisanya dianggap utang yang tak terbayar..Pak Polisi hanya bisa menggaruk kepala, di hadapannya terhampar dilema yang terasa remeh namun rumit. Ia mencoba mendamaikan dua hati yang sama-sama keras. Dalam sunyi, ia bertanya dalam hati, sejak kapan perhitungan sumbangan menjadi utang?
Makassar, 4 November 2024
Leave a Reply