October 18, 2024 in Uncategorized

TERABAIKAN DALAM KOMUNIKASI

TERABAIKAN DALAM KOMUNIKASI

Oleh: Telly D.


Pernahkah anda sedang berkomunikasi dengan seseorang, lalu tiba-tiba dia mengalihkan percakapan itu ke orang lain tanpa persetujuan anda, untuk meneruskan komunikasi dan memberi penjelasan? Padahal orang yang anda temani berkomunikasi itu orang yang anda telah pilih sebelumnya.

Bagaimana perasaan anda ketika itu?

Merasa tak cukup penting baginya untuk dijawab langsung. merasa terabaikan, hanya sekadar gangguan yang perlu disingkirkan. Atau merasa suara tidak cukup berharga untuk didengar, dan pertanyaan begitu sepele hingga tak pantas mendapat jawaban darinya.

Atau merasa diremehkan, dipinggirkan dalam percakapan yang seharusnya penuh perhatian dan rasa hormat. Bukankah komunikasi adalah tentang keterlibatan dan penghargaan, bukan pengalihan yang terasa dingin dan tak berperasaan?
.
Ketika aku memulai suatu percakapan di WhatsApp dengan seseorang yang aku pilih tak ada prasangka buruk yang terlintas dalam pikiranku. Aku percaya, komunikasi itu sederhana hanya tanya jawab biasa, berbagi pemikiran tentang kondisi aku, dan saling mengisi. Sebagai manusia, kita butuh berinteraksi dengan cara yang baik, penuh etika, apalagi di era teknologi seperti sekarang. Namun, dalam percakapan kali ini, ada sesuatu yang berbeda, sesuatu yang menimbulkan rasa tak nyaman.

Awalnya, aku mengajukan sebuah pertanyaan, sederhana saja, sebuah permintaan klarifikasi tentang suatu hal yang kuanggap penting. Seperti biasa, aku berharap jawaban datang langsung dari orang yang kuajukan pertanyaan itu. Tapi, alih-alih mendapatkan jawaban yang kuharap, dia justru mengirimkanku ke orang lain, seolah-olah pertanyaanku adalah beban yang dia tak ingin tanggung.

Bagaimana mungkin, dalam sebuah percakapan yang kuanggap personal, aku dioper layaknya sebuah masalah yang tak penting? Aku merasa terabaikan, seolah apa yang kusampaikan tak berarti. Di sinilah aku merasa ada pelanggaran besar terhadap etika komunikasi.

Dalam pandangan umum, etika komunikasi menuntut adanya tanggung jawab pada setiap orang yang terlibat dalam percakapan. Komunikasi itu bukan hanya soal bertukar kata, tetapi juga menyampaikan kepedulian, rasa hormat, dan perhatian kepada lawan bicara. Seandainya dia tidak mampu menjawab pertanyaanku, aku tak akan mempermasalahkannya, asalkan dia menyampaikan alasannya dengan jelas.

Namun, yang terjadi adalah dia memutuskan untuk memindahkan aku ke orang lain tanpa terlebih dahulu memberikan penjelasan atau bahkan memvalidasi apakah aku setuju dengan itu. Seolah-olah aku tak layak menerima penjelasan lebih lanjut, atau lebih buruk lagi, seolah-olah aku bukan pihak yang penting untuk diajak bicara.

Apa yang terjadi ini melanggar prinsip dasar komunikasi, yang dalam ajaran agama pun memiliki nilai besar. Dalam Islam, komunikasi diajarkan untuk dilakukan dengan baik, penuh adab, dan saling menghargai. Rasulullah SAW mengajarkan menghargai lawan bicara, Ketika seseorang mengajukan pertanyaan, ada kewajiban moral untuk menjawabnya dengan penuh perhatian. Dan jika memang harus merujuk pada orang lain, itu sebaiknya dilakukan dengan penjelasan dan tanpa membuat orang lain merasa diremehkan.

Pada titik ini, aku merasakan ketidakadilan. Perasaanku terpinggirkan dalam komunikasi ini, dan aku bertanya-tanya, apakah dia sadar telah melanggar adab yang seharusnya dijunjung tinggi dalam percakapan? Sebagai manusia yang beretika dan beragama, kita harus memahami bahwa komunikasi bukan hanya soal bertukar informasi, tetapi juga soal menjaga hubungan, membangun empati, dan menunjukkan rasa hormat. Di mana rasa hormat itu ketika seseorang melemparkan tanggung jawab komunikasi kepada orang lain tanpa kejelasan? Di mana empati ketika aku merasa dijauhkan dari solusi yang kutanyakan?

Aku merenungkan hal ini dari sudut pandang agama, betapa ajaran-ajaran dalam agama kita menggarisbawahi pentingnya adab dan tata krama. Komunikasi, dalam ajaran agama, bukan hanya aktivitas duniawi, tapi juga merupakan refleksi dari budi pekerti kita sebagai makhluk ciptaan Allah. Jika dalam berbicara kita meminggirkan orang lain, seolah-olah apa yang mereka tanyakan tak layak mendapat jawaban langsung dari kita, bukankah itu menandakan kekosongan empati? Padahal, setiap perkataan dan tindakan kita akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak.

Aku merasa terabaikan, seolah orang itu hanya ingin melepaskan diri dari kewajiban menjawab pertanyaanku. Dalam komunikasi yang seharusnya mengandung unsur saling menghargai, aku mendapati diriku dihadapkan pada ketidakpedulian yang membuatku berpikir ulang tentang pentingnya kesadaran etika. Komunikasi tidak hanya membutuhkan jawaban, tetapi juga keterlibatan hati dan jiwa, sebuah komitmen untuk memastikan bahwa setiap kata yang keluar mengandung makna dan perhatian.

Betapa pentingnya, dalam komunikasi kita sehari-hari, untuk selalu menempatkan orang lain di tempat yang terhormat. Apalagi jika kita memahami ajaran agama, yang menuntun kita untuk menjaga kata-kata, menjaga perasaan, dan tetap menjunjung tinggi adab. Bukankah dari komunikasi yang baik dan beretika akan lahir kepercayaan dan keharmonisan?

Aku hanya berharap, di masa depan, orang-orang menyadari bahwa dalam setiap kata, tersimpan tanggung jawab besar, dan di setiap percakapan, ada adab yang harus dijaga.

Makassar, 16 Oktober 2024




One Comment

  1. October 19, 2024 at 1:33 am

    Astuti

    Reply

    Itulah isi dunia. Banyak manusia yang dikaruniai kecerdasan dan etika yang terbatas. Melenggang bak merasa benar dan semua baik-baik saja.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

By browsing this website, you agree to our privacy policy.
I Agree