PINTU TAK LAGI MENGHADAP JALAN

Pentigraf
PINTU TAK LAGI MENGHADAP JALAN
Oleh: Telly D.
Pak Yani tinggal di rumah itu sejak muda, saat kota Makassar belum mengenal mall bertingkat dan jalan layang. Ia menanam pohon mangga di depan, memperbaiki atap sendiri setiap musim hujan, dan menyimpan surat cinta almarhum istrinya di bawah lantai papan. Tapi tahun ini, pengumuman datang: rumahnya akan digusur untuk proyek boulevard baru, “demi pengembangan kota,” begitu katanya.
Tetangga sudah banyak yang pindah, sebagian pasrah, sebagian menggugat tanpa hasil. Anaknya menyarankan untuk pindah ke perumahan di pinggiran, tapi Pak Yani tahu; itu bukan rumah, hanya bangunan. Rumahnya ada di suara ayam tetangga, tawa anak-anak lorong, dan bau kenanga yang tumbuh liar di pagar belakang.
Pagi itu, ekskavator datang lebih cepat dari matahari. Pak Yani tak lari, tak marah. Ia hanya duduk di depan pintu rumahnya, mengenakan baju koko putih bersih. Ketika suara mesin mendekat, ia hanya berdiri, menatap langit, Beberapa hari kemudian di saat tanah itu digali, mereka menemukan bukan batu bata tapi sepasang sepatu tua, surat cinta, dan tubuh yang memilih pulang tanpa pindah.
Makassar, Juni 2025
Leave a Reply