November 9, 2022 in Catatan Harian Nadhira, Uncategorized

Besse Singapore dan Tradisi Bugis

Besse Singapore dan Tradisi Bugis
Oleh Telly D

Pemberian nama sangatlah penting. Nama merupakan bahasa komunikasi manusia, adalah tanda yang diberikan orang tua untuk diabadikan. Nama yang membedakan orang satu dengan yang lain, masing-masing orang tua memberi penamaan yang berbeda pada anaknya.

Pada suku Bugis, nama berpengaruh menjadi jangkar emosi. Pernyataan bermata koin. Mempunyai arti yang sangat dalam.

Orang Bugis tidak hanya memiliki satu nama resmi melainkan ada nama-nama lain yang menjadi panggilan atau sapaan ketika masa anak-anak atau ketika memasuki masa kedewasaan.

Besse panggilan untuk anak perempuan dan Baso untuk anak laki-laki bagi kalangan suku Bugis. Panggilan ini tidak berlaku umum. Hanya untuk kalangan tertentu yang memelihara tradisi dengan alasan tertentu.

‘’Cucuku, di keluarga kecil kita hanya ada satu Besse, itu artinya, saya hanya memiliki satu anak perempuan yaitu Wa Ode Adityarini Aqidah Absahi Djadir (Anthi).

Namun, banyak anak perempuan yang lahir di keluarga besar kita, sehingga banyak anak yang dipanggil Besse. “Nenek buyutmu Dra. Hj. Zubaidah Dachlan Daeng Sikati (Puang Mama) mempunyai cara cerdas untuk membedakan para cucu Besse yang dia miliki.’’

Nama Besse disatukan dengan nama kampung halaman di mana orang tuanya berasal, itu tidak sekedar jadi pembeda namun itulah identitas pribadi Besse, sekaligus menunjukkan pengaruh karakter budaya yang dominan yang akan diwarisi dari kedua orang tuanya.

Keluarga besar kita memiliki Besse Lengkese (untuk dr. Tita/Puang Kati), Besse Bengo (untuk dr. Aulia Istigomah/Puang Cece), Besse Bira untuk Andini Rezki Muhlizah/Puang Dini), dan Besse Tomia, (untuk Aditrariny Aqidah Absahi), karena ayahnya (kakekmu) berasal dari Pulau Tomia.

Harapannya, Besse Tomia dapat mewakili karakter orang Pulau Buton atau Buton pesisir, yang punya semangat pelaut tangguh dan ulung mengatasi badai dan gelombang samudera. Punya kemampuan adaptasi yang bagus karena petualang antar negara atau wilayah.

Hiruk pikuk panggilan Besse itu hanya terjadi dalam kurun waktu ketika para Besse itu usia gadis kecil. Ketika mereka telah menikah, panggilan Besse perlahan ditanggalkan dengan ‘’gelar baru” (paddaengang) yang dilekatkan pada orang-orang Bugis yang telah memasuki masa kedewasaan. Besse Tomia panggilannya berubah menjadi Daeng Malebbi.

Panjangnya waktu yang saya lewati, dimana anak-anak mulai meningkat dewasa nyaris membuat pudar tradisi itu dalam ingatan saya.

Hari ini, dr. Tita/Puang Kati atau Besse Lengkese berdiri di muka pintu rumah kita dan meneriakkan,’’di mana Besse Singapore saya datang untuk meyakinkan dia bahwa dia adalah Perempuan Bugis.’’

Nadhira Djadir “Besse Singapore”. Sumber Dokumen Pribadi

Ternyata namamu sekarang sudah dilabel ‘’Besse Singapore.’’ Kamu menjadi wanita pertama, Besse dalam keluarga besar kita yang menyebut nama negara, untuk membedakan dengan Besse yang lain. Ada kebanggaan yang kau beri, semangat bahwa keluarga kita sudah duduk sejajar bangsa lain tertitip pada nama itu.

Cucuku, hari ini kamu memulai tradisi Bugis untuk anak Perempuan. Puang Kati yang memulai dengan memasukkan gelang emas di tangan kirimu.

Puang Kati/Besse Lengkese menggendong Nadhira / Besse Singapore. Sumber : Dokumen Pribadi

Puang Kati adalah orang yang memang tepat melakukannya. Punya hak mewakili keluarga besar kita. Dia adalah anak tertua yang lahir dari anak laki-laki tertua keluarga besar kita, pemangku adat keluarga besar kita. Puang Kati sesungguhnya adalah putri mahkota dalam keluarga besar kita.
Puang kati yang bertanggungjawab meneruskan tradisi luhur keluarga besar kita. Untuk itu dia memakai gelar Daeng Sikati, gelar dari puang mama nenek buyutmu.

Emas termasuk barang seserahan tali asih yang selalu ada dalam tradisi adat suku Bugis, selain sarung dan tanah. Orang Bugis punya tradisi menyerahkan emas pada tahapan-tahapan tertentu kepada anak perempuannya. Jangan heran jika perempuan Bugis memiliki koleksi perhiasan emas yang banyak.

Orang bisa saja berpikir norak, suka pamer dan beberapa ungkapan lain jika melihat perempuan Bugis memakai perhiasan emas yang berlebihan. Mereka tentu tidak memahami bahwa bagi orang Bugis, perhiasan emas adalah simbol kasih sayang dan kemuliaan.

Gelang Kaki Nadhira. Sumber : Dokumen Pribadi

Cerita menjadi lebih seru karena Nenek Sa’ada juga memelihara tradisi yang sama. Ikut menyerahkan perhiasan emas untuk cucu wanita yang baru lahir. Nenek Sa’ada memberikan padamu perhiasan emas yang lengkap untuk seorang perempuan. Dari gelang tangan, kalung sampai gelang kaki.

Saya menikmati adegan ini dengan rasa bahagia, penuh adegan lucu. Tanganmu yang sebelah kiri menggunakan gelang pemberian Puang Kati setiap kali tanganmu kamu gerak-gerakan maka gelang itu keluar karena ukuran diameternya masih besar dibanding pergelangan tanganmu.

Setiap melihat gelang itu keluar, Puang Kati terus-terus saja memasukkan gelang itu kembali dan kamu selalu mengeluarkan sampai akhirnya gelang itu diadaptasi diameternya baru bisa menetap di pergelanganmu yang kecil.

Nadhira dengan atribut Besse Singapore. Sumber : Dokumen Pribadi

Lain halnya dengan Nenek Sa’ada, gelang dipakaikan di tangan kananmu adalah gelang yang memiliki gerincing. Bunyinya mengikuti gerak tanganmu. Setiap kali berbunyi memicu kami tersenyum. Demikian juga kakimu mengeluarkan bunyi yang sama. Ada manfaatnya bunyi gelang sebagai penanda bahwa kamu lagi tidak tidur atau sementara bergerak.

Kalung emasmu juga punya cerita lain, terlalu panjang dan besar untuk ukuran bayi. Saya berpikir nenek Sa’ada merencanakan kalung itu dipakai sampai besar.

Tidak ada yang memberi cincin dengan alasan keamanan, ditakutkan bisa tertelan. Hal yang lucu tidak ada juga yang memberi anting-anting. Bahkan ibumu merencanakan pemberian anting-anting jika kamu telah besar supaya belajar merasakan dan belajar menahan rasa sakit.

Hari ini kamu menjadi perempuan yang punya modal kasih sayang. Tidak bisa sesungguhnya dinilai dengan uang. Namun melihat perhiasannya saja saya sudah tahu menaksir besarnya nilainya. Tradisi itu mengisyaratkan betapa berharganya kamu bagi kami semua.

Kamu anak yang beruntung, lahir di tengah keluarga yang sangat meyayangimu. Bertumbuhlah dalam kasih sayang, doa, dan harapan mereka.

Makassar, 03 November 2022




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

By browsing this website, you agree to our privacy policy.
I Agree