November 6, 2021 in Jelajah Nusantara, Uncategorized

Kabar Pagi – Menikmati Senja Di Gunung Tanzer

dok.pribadi

Kabar Pagi (15)
Menikmati Senja di Gunung Tanzer
Oleh Telly D

Gunung Tanzer adalah gunung yang berada di tengah kota Sorong. Dapat dicapai melalui Jalan Danau Anggi, Rufei, Sorong Bar, dan kota Sorong Papua Barat.

Letaknya yang mudah dijangkau hanya membutuhkan waktu 30 menit, menjadikan tempat ini menarik untuk menikmati senja sambil memandang panorama kota Sorong dari ketinggian.

Ketika Saya ke sana, jalanan untuk sampai ke puncak Gunung Tanzer telah dibenahi, mulus, dan sudah beraspal. Kendaraan sudah bisa sampai ke puncaknya tanpa harus mendaki. Ada upaya pemerintah daerah untuk mempersiapkan tempat ini menjadi tempat kunjungan wisata.

Suasana Senja di Gunung Tanzer. sumber: dokumen pribadi

Kondisi jalanan yang terjal dengan dengan sudut elevasi nyaris tegak lurus. Jalanannya naik turun dengan ekstrem. Jika kemampuan sopir dan kondisi mobil tidak bagus bisa bermasalah.

Puncak Gunung Tanzer dari batu cadas besar dan tinggi yang dapat didaki.
sumber : dokumen pribadi

Puncak Gunung Tanzer ditandai dengan batu cadas besar tinggi yang dipertahankan tetap berdiri menjulang di puncaknya. Diberi pagar sekelilingnya, sebagai pembatas antara puncak gunung Tanzer dan jalanan pelataran yang mengelilinginya.

Aktivitas yang dapat dilakukan jika telah tiba di pelataran puncak sambil menunggu senja, dapat mendaki puncak berbatu cadas itu, atau berjalan kaki mengelilingi puncak, atau melihat kota Sorong dari atas, melihat dermaga dan lautan dimana kapal-kapal nelayan berlayar pulang merapat ke dermaga.

Indah sekali, jika anda punya hobby fotografer maka anda bisa mengambil gambar senja dan panorama alam yang indah.

Baru saja kaki Saya menapak turun dari mobil, Saya sudah disambut kencangnya tiupan angin. Angin telah memaksa selendang Saya lepas dan berkibar melayang. Berada di ketinggian, tidak ada yang menghalangi angin itu untuk bebas menerpa dan menggoyangkan Saya.

Saya berusaha beradaptasi dengan ketinggian yang ada, melepas pandangan ke sekeliling. Saya melihat betapa kecilnya dan jauhnya kota Sorong dan dermaga yang ada di bawah sana.

Alam baru saja mengajari Saya bahwa berada di puncak resikonya menerima kerasnya hembusan atau goyangan angin. Berada di puncak berbanding lurus dengan besarnya tantangan yang menghadang.

Puncak, disamping memiliki daya pesona juga memiliki banyak perangkap. Bisa melenakan orang untuk merasa tinggi di atas, melihat orang terasing, kecil dan jauh di bawah. Rasa sombong bisa menyelinap dan merajai hati.

Sebaliknya jika mampu merendahkan hati, menyadari bahwa diri ini begitu kecil dibanding kekuasaan-Nya, rasa malu memiliki rasa tinggi hati akan menghampiri karena keberhasilan bukan sekedar jerih payah sendiri, juga atas kehendak-Nya.

Saya memandang ke puncak Gunung Tanzer. Puncak gunung itu sementara menggoda Saya untuk mendakinya, namun Saya sadar tujuan Saya bukan mendaki puncak tapi menikmati senja.

Melakukan pendakian ke puncak harus punya persiapan. Mendaki puncak, melewati medan yang berat, jalan berbatu cadas, berliku, terjal dengan kanan kiri curam, licin dan harus mengatasi panas dan kencangnya hembusan angin.

Seperti gambaran dalam kehidupan untuk mencapai sebuah impian atau tujuan dalam hidup, selalu ada rintangan atau cobaan

yang harus dilalui. Rintangan yang memaksa kita untuk terus berjuang.

Saya mulai mencari tempat yang tepat untuk duduk menanti senja di pelataran Gunung Tanser. Pelataran yang menghadap ke kota Sorong sambil menikmati kopi atau teh hangat dengan penganan ringan yang dibawa dari rumah, karena belum ada fasilitas lain yang disiapkan di tempat itu.

Menanti senja mengamati matahari yang masih bersinar, berpijar dan perlahan bergerak untuk beristirahat memasuki peraduannya. Saya memuaskan mata memandang kota Sorong dan panorama alam dari ketinggian.

Rumah-rumah penduduk, jalan-jalan yang berliku, pucuk-pucuk bangunan peribadatan, kantor-kantor pemerintahan dan sekolah- sekolah, laut yang luas membentang, perahu-perahu nelayan yang masih berlayar. Kombinasi yang indah, susah mencari tandingannya.

Jika di malam hari tentu lain keindahan yang bisa dinikmati. Kombinasi kegelapan dan sinar lampu rumah penduduk pasti menawarkan pesona yang lain. Semoga Saya punya kesempatan menikmatinya di malam hari. Ciptaan Allah selalu punya keindahan, hanya membutuhkan kesyukuran untuk menikmatinya.

Sore itu langit bersih berwarna biru dengan awan berarak-arak, gunung-gunung berjajar seperti barisan yang berdiri mengawal wilayah Papua.

Deretan gunung di Papua Barat berbeda dengan gunung-gunung di pulau Jawa. Di Pulau Jawa kebanyakan gunung bertipe gunung berapi dan berbentuk kerucut serta menjadi objek pendakian.

Di Papua kebanyakan gunung bertipe hutan lebat, perbukitan, serta elevasi tinggi-sangat tinggi. Ditambah lagi di sekitar pegunungan adalah hutan liar yang belum berpenduduk dan kalaupun ada penduduk, umumnya adalah suku asli pedalaman.

Warna langit dan air laut sama-sama biru. Karena kesamaan ini, warna langit dan laut sering dihubungkan bahwa warna biru laut adalah pantulan dari warna Langit.

Michael Kruger, ahli fisika di University of Missouri, “Langit berwarna biru bukan karena atmosfer menyerap warna-warna lain, tapi karena atmosfer cenderung menyebarkan cahaya dengan panjang gelombang yang lebih pendek (biru) ke tingkat lebih besar jika dibandingkan dengan gelombang yang lebih panjang (merah),” ujar Kruger dikutip dari Scientific Amerika.

Langit sebenarnya berwarna ungu. Cahaya ungu memiliki energi yang lebih tinggi dan lebih tersebar daripada biru yang juga memiliki energi warna cukup tinggi.

Mata manusia mengandung batang penginderaan, bayangan dan kerucut peka warna, tepatnya ada tiga jenis kerucut. Kerucut merah, hijau, dan biru ini mendeteksi berbagai warna alami dalam cahaya dan bekerja sama untuk menghasilkan semua warna yang bisa kita lihat di dunia.

Cahaya biru dan ungu yang menyebar dominan tidak hanya memicu kerucut biru di mata, tetapi juga sedikit kerucut merah dan hijau. Saat ini semua bertindak serempak, akhirnya mata hanya akan cenderung melihat warna biru.

Saat matahari semakin rendah di langit, cahayanya akan melewati lebih banyak atmosfer untuk mencapai pandangan mata kita. Bahkan lebih banyak cahaya biru dan ungu yang tersebar. Hal ini memungkinkan warna merah dan kuning mengarah langsung ke mata tanpa adanya halangan yang berarti dari warna biru.

Selain itu, partikel debu, polusi, dan uap air yang lebih besar di atmosfer memantulkan dan menyebarkan lebih banyak warna merah dan kuning. Hal ini yang membuat seluruh langit di bagian barat saat matahari terbenam menjadi bersinar merah.

Masih bagus daya ingat Saya tentang materi pelajaran SMA. Berada di ketinggian memompa dengan baik daya ingat Saya. Apa Saya lagi pamer ilmu di depan anak Saya?

Hari setengah gelap sesudah matahari baru saja terbenam. Kondisi inilah menjadi peralihan antara siang dan malam. Senja mulai memperlihatkan dirinya untuk dinikmati.

Senja, di Gunung Tanzer. Sumber : dokumen pribadi

Saya mengajak kedua putra Saya duduk bersisian menemani menikmati senja. Ini kesempatan yang tidak selalu dapat kami nikmati bersama. Keduanya duduk di samping Saya, namun tetap saja sibuk dengan kamera merekam keindahan senja.

‘’Wah akhirnya senja menampakkan dirinya, wow indahnya.’’

Kami berdesis bersamaan mengagumi warna jingga, kekuning- kunigan berpadu dengan biru dan merahnya langit yang mulai keluar di ufuk langit sebelah Barat. Melukis langit dengan garis- garis silhuet.

Mengapa lebih memilih menggunakan kata senja? Anak Saya meminta penjelasan sambil mengagumi senja yang mempesona.

Memilih kata tergantung apa yang ingin diungkapkan. Jika mau mengajak sholat, yah tentu menggunakan kata maghrib. Jika ingin penekanannya pada malam yang mulai gelap menggunakan kata petang, jika mengatakan akhir atau ujung hari menggunakan kata burit. Perlahan suara Saya menjelaskan takut mengganggu kesenangan lagi menikmati senja.

Kata senja untuk mengungkapkan suasana hati manusia. Senja mengajarkan kita akan pentingnya permainan sebuah rasa melalui kata.

Banyak kita temui kata-kata mutiara, kata-kata motivasi, kata-kata cinta, tentang senja. Ungkapan-ungkapan tentang senja juga menghiasi kehidupan yang sekaligus menjadi cerita indah bagi yang menikmatinya.

Tidak jarang para penulis, sastrawan, budayawan, dan juga novelis sering menggunakan kata senja sebagai judul tulisannya. Saya terus menambah penjelasannya.

‘’Coba mari kita mengungkapkan makna senja buat diri sendiri.’’ Saya mengajak anak-anak Saya untuk bermain rasa melalui kata sambil menikmati senja.

Saya mencontohkan lebih dahulu dengan mengatakan pelan- pelan;

Senja dapat melukiskan sebuah perasaan, jika jauh dari keluarga, begitu senja menjelang Saya langsung menghitung bertambah sehari meninggalkan keluarga, rasa rindu datang menghampiri. Jika waktu untuk pulang masih beberapa lama, senja membawa sedih dan pilu. Rasa rindu jauh dari keluarga, pada rumah, dan anak menyeruak seiring menyeruaknya senja.

Senja adalah pembatas antara siang dan malam yang menandakan bahwa ada dua sisi yang berlawanan dalam hidup ini. Ada orang baik tetapi juga ada orang yang tidak baik. Ada siang dan ada juga malam. Ada laki-laki sebaliknya ada juga perempuan. Kedua sisi tersebut telah mengajarkan kepada Saya bahwa hidup harus bersatu padu untuk mencapai kebahagiaan yang hakiki walaupun berasal dari dua sisi yang berlawanan.

Datangnya waktu senja telah membawa Saya untuk berpikir bahwa saat itu Saya akan segera berpisah dengan waktu yang menandai berputarnya roda kehidupan.

Begitu juga dengan kehidupan ini. Tidak ada yang abadi. Ada kehidupan pasti ada kematian. Ada pertemuan pasti akan ada perpisahan. Senja adalah pertanda bahwa siapapun yang hidup di dunia ini tidak akan pernah    abadi.

Senja mengajarkan kepada Saya bahwa selama menikmati kehidupan ini hendaknya selalu berbuat baik agar ketika usia telah senja dan ajal pun tiba Saya akan tetap dikenang sebagai orang yang                                                    paripurna.

Senja mengajarkan bahwa mencintai sesuatu itu tidak boleh berlebihan karena pada akhirnya akan berpisah juga dengan semua itu. Menjadi orang yang paripurna dan selalu mengabdi kepada Tuhan yang Maha Kuasa adalah cara terbaik untuk tetap mulia sepanjang masa.

Senja melukiskan bahwa kesedihan tentang hari, waktu, perjalanan, dan juga masa, akan sampai juga pada akhirnya. Senja mengajarkan kepada Saya bahwa hidup manusia akan berakhir ketika ajal telah  tiba.

Saya diberi tepuk tangan ketika mengakhiri kata-kata itu, kami saling berpelukan, kami menertawakan diri kami dengan apa yang kami lakukan. Suara tawa kami terbawa angin.

Putra pertamaku tidak mau kalah ikut mengomentari dengan mengatakan;

Senja Menandakan Sebuah Kemenangan.

Saya mengingat ketika masa kecil senja memberi isyarat menghentikan permainan. Bagaimanapun serunya dan ketatnya point permainan berkejaran, begitu senja menjelang kami harus menerima hasil permainan itu. Senjalah yang mengakhiri

permainan kami. Senja yang menentukan harga diri tim pemenang dan tim yang kalah.

Pada bulan Ramadhan senja Saya nantikan kedatangannya. Senja menandakan kemenangan bagi Saya yang berpuasa, senja yang melahirkan tradisi ngabuburit jika Ramadhan tiba.

Kami saling bertepuk tangan dan saling menganggu menaikkan suhu kemesraan kami bertiga di rembang senja itu.

Putra keduaku mengakhiri permainan ini dengan mengatakan.

Senja pertanda waktunya pulang ke rumah. Waktunya berpisah dengan teman. Ketika masih kecil hal itu selalu dilakukan jika Saya sedang bermain. Melihat cahaya matahari yang meredup, ketika senja telah memperlihatkan dirinya itu artinya waktunya untuk pulang ke rumah, membersihkan badan, dan menunggu sholat maghrib.

Senja mengisyaratkan tentang perpisahan. Perpisahan untuk hari ini karena kita akan lanjut hari esoknya lagi.

Benar, senja mengisyaratkan waktunya pulang ke rumah, waktu perpisahan untuk hari ini. Hari semakin gelap dan senja telah berlalu tanpa mampu kami menahannya, waktunya untuk pulang. Menikmati senja bersama keluarga, cara bersyukur menikmati apa yang Allah berikan.

Sorong, Oktober 2021




3 Comments

  1. March 25, 2024 at 4:50 pm

    Marion Luria

    Reply

    Outstanding feature

  2. November 9, 2021 at 4:49 am

    Ganung

    Reply

    Indahnya penggambaran Gunung Tanzer… serasa ikut menikmati suasananya….
    Terus menulis bu…..Sy senang membacanya…. 😊👍

    1. November 9, 2021 at 8:37 am

      daswatiaastuty

      Reply

      terima kasih atas kunjungannya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

By browsing this website, you agree to our privacy policy.
I Agree