PERMINTAAN TERAKHIR
Pentigraf
PERMINTAAN TERAKHIR
Oleh Telly D.
Saat pesan singkat dari ayah masuk, saya sedang tergesa mengejar rapat pemegang saham. “Jika boleh pinjam uangnya dulu?” tulisnya. Ayah dan ibu selalu hidup sederhana di kampung, tak pernah meminta apa pun dari saya. Bahkan, ayah kerap menolak bantuan saya, bangga masih bisa menafkahi ibu meski di usia senja. Saya membaca pesan itu sekilas, namun tenggelam di antara jadwal dan kesibukan yang menumpuk. Pikiran saya penuh dengan angka dan target, hingga pesan itu lenyap begitu saja.
Pagi ini, berita duka menghentikan segala langkah saya. Ibu meninggal dunia. Semua agenda saya tinggalkan untuk pulang ke kampung, menemani ayah yang tengah berduka. Di tengah prosesi pemakaman, saya merasa ada beban tak terlihat di pundak ayah. Setelah segalanya selesai, saya akhirnya bertanya tentang pinjaman uang yang dimintanya.
“Untuk menebus gelang ibu yang digadaikan saat kamu kuliah dulu, sebagai hadiah ulang tahun perkawinan” jawab ayah dengan suara lirih. Rasanya seperti palu menghantam hati saya. Betapa egoisnya saya telah mengabaikan pesan sederhana itu, Penyesalan meranggas di jiwa, menyisakan rasa hampa yang tak tahu bagaimana diobati. Sebuah cinta sederhana yang tak sempat tersampaikan kini menjadi luka tak termaafkan.
Makassar, 21 Desember 2024
Leave a Reply