JANJI AYAH
Pentigraf
JANJI AYAH
Oleh Telly D.
Pagi itu, mentari bersinar lembut, seakan memberkati langkah-langkah kecilku menuju altar. Gaun putih yang melambai ringan di tubuhku terasa seperti pelukan kasih, namun ada kehampaan di hatiku. Ayah, pria yang selalu menjadi pelindungku, kini tak lagi di sisiku. Setelah bertahun-tahun hidup bersamanya, berbagi tawa, air mata, dan perjuangan. Tapi kanker merenggutnya, meninggalkan kekosongan yang tak pernah terisi sepenuhnya.
Langkahku terhenti sejenak di tengah lorong gereja. Semua mata tertuju padaku, aku teringat ayah. Aku hampir tersungkur dalam tangis saat menyadari ia tak akan pernah lagi memegang tanganku. Di saat itu, suara lembut memanggilku kembali, tangan suamiku menggenggam erat, memohonku untuk terus berjalan. Dengan susah payah, aku menahan air mata dan mencoba melangkah, meski hati ini terasa berat.
“Aku akan mendampingi jika hari pernikahanmu kelak,” janji Ayah. Tiba-tiba, sesuatu yang indah terjadi. Seekor kupu-kupu bersayap biru berkilauan hinggap di bunga gaun pengantinku. Ia berputar perlahan mengitariku, seperti tarian kecil yang membawa pesan. Senyumku merekah di tengah air mata. Kupu-kupu itu adalah janji yang ditepati. Ia ada di sini, dalam bentuk yang berbeda, tetap menemaniku di hari terindah ini.
Makassar, 17 Desember 2024
Leave a Reply